“Meski sembuh melalui waktu tidak sebentar. Tapi percayalah, jika kesembuhanmu akan abadi.”
Di tahun ini, aku genap berusia 20 tahun. Kata orang, itu adalah usia yang menjadi awal kedewasaan. Tapi tidak bagiku. Karena pada saat itu, aku tidak bisa menghadapi berbagai cobaan yang datang bergantian hingga aku jatuh tak berdaya.
Sejak luka yang kau berikan, diriku benar-benar hanyut dilahap ketakutan. Semua kesialan datang satu persatu untuk menghancurkanku dengan sisa kekuatan, hingga diriku tervonis mengalami gangguan kecemasan.
Dari gangguan itu, aku merasakan cemas dan khawatir terhadap berbagai hal yang tidak spesifik. Mulai dari cemas terhadap kondisi kesehatan, pekerjaan, sampai reaksi berlebihan untuk hal-hal yang sederhana.
Diriku mulai merasa tidak yakin dengan kehidupan yang kujalani. Sampai aku berpikir untuk mengakhiri semuanya, agar aku merasa tenang. Tapi disatu sisi, kewarasanku seolah berbicara. Dia seakan memerintah aku untuk tidak melakukan hal konyol itu. Dia seakan menahan diriku supaya tetap hidup dan memintaku agar tetap melangkah maju menemui kehidupan di masa depan.
Setelah berada dalam kebimbangan antara hidup atau mati, aku akhirnya memutuskan untuk melepas sesuatu yang sudah kumiliki, dan memilih bersembunyi terlebih dahulu untuk berusaha sembuh.
Entah berapa nominal uang yang telah kuhamburkan. Yang pasti, aku telah menghabiskan banyak uang untuk kepentinganku sendiri. Aku sungguh merasa bersalah kepada orang tuaku, karena telah menyia-nyiakan uangnya. Namun, jika aku tetap mewujudkan harapan mereka, mungkin saja saat ini aku telah menjadi orang gila. Atau bahkan aku sudah menjadi mayat yang tidak akan ditemukan jasadnya.
Hari berganti hari, hingga beberapa bulan telah berlalu. Meskipun aku belum pulih sepenuhnya, tapi aku sepertinya sudah bisa dibilang sembuh. Namun aku masih harus tetap di tempat persembunyian untuk mengecoh semua orang. Sebenarnya aku enggan melakukan kebohongan besar ini. Tapi aku terpaksa melakukannya, agar kedua orang tuaku tidak menerima cemoohan dari para saudara ataupun tetangga.
Tak tahu berapa lama lagi waktu yang akan membawaku pada kebahagiaan. Katanya tidak ada kebahagiaan tanpa ada kesedihan terlebih dahulu. Namun sudah banyak kesedihan yang aku rasakan, tapi mengapa aku tak pernah menemui bahagia?
Untuk diriku sendiri, maaf karena sudah terlalu banyak merasakan derita. Kumohon, jangan pernah menyerah sebelum mendapat akhir yang indah.
Penulis: Abil.naj
0 Komentar